Ibuku adalah kontradiksi berjalan - Bagian 5 -

x
0


Hari Minggu pagi, Kak Dian berangkat ke rumah temannya untuk kerja kelompok. Aku berdua saja dengan ibu. Ibu seperti biasa melakukan pekerjaan rumah tangga. Ia akan mandi sekitar jam sepuluh pagi kalau hari Minggu, karena ia bangun selalu agak siang. berbeda dengan hari biasa di mana ia bangun jam empat pagi.

Ketika ibu ke kamar, aku tahu ia akan mandi. Kubuka pintu kulihat ibu sedang menyiapkan BH dan CD yang bersih untuk di bawa ke kamar mandi.

Ibu: “Ngapain kamu Di?”

Aku: “Sebelum dicuci, Hadi mau lap hidung di sapu tangan ibu yang kemarin waktu dandan.”

Ibu: “Udah bau, Di.”

Aku: “Biar bisa lamaan. Kalau baru cuci cuma dikasih sebentar sih.”

Ibu menghela nafas. Ia membuka dasternya lalu bergerak ke meja rias.

Aku: “biar ga pegel di tempat tidur saja, Bu.”

Ibu menatapku aneh, lalu dengan ber BH dan celana dalam saja ia duduk di tempat tidur. Aku memintanya tiduran, sementara aku membuka baju sehingga tinggal boxer.

Ibu: “Kok buka baju?”

Aku: “Masak ibu aja yang buka daster, biar adil, Bu.”

Ibu tiduran dengan kepala di bantal. Aku jejerkan bantal di samping bantal ibu. lalu perlahan tangan kirinya kuangkat bertumpu pada bantal yang kusiapkan. setelah ketiak telanjang ibu terlihat, aku membaringkan diri di samping ibu sambil memeluk perutnya dengan tangan kiri, kakiku kutibankan di kaki kiri ibu, lalu aku mulai mengendusi ketiak ibu yang kini tidak ada lagi aroma sabun.

Lama kugesekki ketiak telanjang ibu. dengan gerakan konstan membuatku tak sadar bahwa tubuhku ikut bergerak naik turun, gerakan orang bersetubuh. nikmat sekali kutekan pinggul ibu dan kugesekki naik turun. tak lama aku mulai menciumi ketiak ibu itu. tangan kanan ibu mulai memeluk badanku. ketika aku mulai memasukkan bulu ketiak ibu di mulutku, ibu bergerak sedikit menyamping ke kanan dan menaruh kaki kanannya di kaki kiriku dengan begitu kedua pahanya menjepit kaki kiriku.

Kurasakan selangkangan ibu yang berbalutkan celana dalam mulai basah dan ibu sendiri menggoyangkan pantatnya sehingga selangkangan ibu menggeseki paha kiriku. kedua kakiku pun mulai kutaruh di posisi yang enak agar dapat menjepit kaki kiri ibu, selangkanganku kini menggeseki bagian atas paha kiri ibu.

Kami mulai saling menggesekkan pantat keras-keras, kurasakan tekanan di paha kiriku beserta daerah yang ditekan basah, licin dan hangat. ibu mulai bergoyang begitu kerasnya sehingga payudaranya berguncang naik turun dalam ikatan BH. tangan kananku yang dari tadi nganggur, aku pekerjakan karena aku punya akal bulus lain.

Tangan kananku memegang tali BH kiri ibu, lalu kenyotan dan ciumanku dari ketiak ibu aku pindahkan, tahu-tahu saja aku mengenyot payudara kiri atas ibu. Ibu mulai melenguh keras, dan gerakanku yang mengagetkan itu membuat tangan kirinya refleks mendekap kepalaku sehingga lengannya lurus lagi. dengan gerakan cepat tangan kananku menarik tali BH ibu ke bawah lalu menarik cup payudara ibu dengan keras juga kebawah.

Serta merta puting ibu yang berwarna coklat tua yang tadi tertutup rapat oleh BHnya, kini menjadi terbebas. puting itu sebesar kelingking jari bayi dan agak panjang dihiasi areola bulat dua kali lebih besar dari uang logaman seribu rupiah. aku masukkan pentil tetek kiri ibuku itu ke dalam mulutku dan aku mulai mengenyotinya dengan buas.

Sementara selangkangan ibuku menekan dan menggeseki kontolku walau masih dibalut celana dalam kami masing-masing, kedua tanganku mencari-cari kaitan BH ibu di belakang. sekitar semenitan aku berusaha membuka, dan akhirnya aku mengerti cara membukanya. BH ibu jatuh tak jauh berhubung kami masih berdekapan, dengan gaya tak sabar ibu menarik BHnya dan melemparnya entah kemana, kedua payudaranya menggantung sempurna menatap wajahku.

Kini aku lahap payudara ibu sebelah kanan dan ibu kembali mendekap kepalaku sambil menggesek selangkanganku secara keras. kurang tepat juga dibilang menggesekki, karena ibu sebenarnya menekan memeknya di kontolku lalu menggoyangkan pantatnya naik turun dan kadang memutar tanpa mengendorkan tekanannya itu.

Ibu: “Hadiiiiiiiii… aaaaahhhhhhhhh…”

Tubuh ibu yang lemas menggeleser ke sampingku. Ibu merebahkan diri lalu memejamkan matanya. Aku membuka boxerku dan mulai membersihkan diri dari spermaku, sementara ibu masih sedikit tersengal dan memejamkan mata tangan kanannya ditaruh di kepala sehingga ketiaknya yang sedikit berbulu itu terlihat.

Ibu hanya terdiam saja ketika aku mulai menikmati bulu ketiak ibu. bulu itu kumasukkan ke dalam mulut dan aku mulai menghisapi keringat yang ada di situ secara perlahan. jari tangan kananku asyik mengelus bukit dada ibu yang kiri sambil terkadang mencubitnya perlahan, terkadang memelintirnya juga. lama kelamaan tetek kiri ibu aku remas-remas juga.

Aku bersimpuh di sebelah kaki kanan ibu, lalu aku memegang celana dalam yang ibu pakai dengan kedua tanganku di kedua sisi celana itu. dengan perlahan aku tarik celana dalam ibu.

Ibu: “Mau ngapain lagi, Di? belum puas lap hidungnya?”

Aku: “Kotor tuh Bu, Hadi mau bersihin. boleh ya?”

Ibu: “Masak kamu lihatin itunya ibu.”

Aku: “Cuma bersihin aja kok, Bu. boleh ya?”

Ibu hanya menghela nafas tapi tak ada jawaban. Maka aku terus menarik celana dalam itu ke bawah. ibu membantu setengah hati sehingga agak lama sekali dapat kubuka, ini menyebabkan pemandanganku bagaikan striptease saja. perlahan-lahan bulu kemaluan ibu yang basah dan mengkilat itu tampak sedikit. semakin lama celana dalam ibu kutarik, semakin banyak bagian selangkangan ibu dapat aku tatap dengan nafsu.

Jembut ibu lebat namun tampak ibu mencukur jembutnya walau tidak serapi bintang porno. Jembut ibu yang lebat dipotong agak segitiga ke bawah, mungkin agar bulu jembut itu tidak terlihat keluar menyembul bila pakai celana dalam. dari bagian atas selebar empat jari makin ke bawah makin mengecil sehingga ketika sampai di ujung kelentitnya, jembutnya selebar satu jari saja.

Kubuka kaki ibu sehingga mengangkang, lalu menggunakan kaos oblongku yang tadi kubuka yang masih kering, aku perlahan mengelap selangkangan ibu.

Ibu: “Kok pakai baju kamu?”

Aku: “Mau dipakai nanti. biar kecium bau ibu.”

Ibu menghela nafas lagi. Aku kembali konsen hingga seluruh selangkangan ibu kering. Setelah itu sambil tidur di bawah selangkangan ibu, aku membuka memeknya dan melihat lubang kencing ibu membuka, masih ada lendir ibu yang merekat di dinding memeknya sehingga ketika dibuka cairan itu tertarik ke samping sekitar lubang bagaikan lem yang lengket.

Ibu: “Ngapain lihatin memek ibu? dibuka lagi?”

Aku: “Mau dibersihin. masih basah tuh…”

Lagi-lagi ibu menghela nafas. aku cium bibir memek ibu yang menyembul itu yang kini terbuka ke samping. Tubuh ibu mengejan kecil.

Ibu: “Kok dicium?”

Aku: “Dibersihin pakai bibir, Bu. kalau pakai kain takut kotor.”

Aku lalu mencium lagi bibir memeknya perlahan. Ibu menghela nafas. Bau memek ibu kini kuhirup langsung dari sumbernya, tidak lagi bau residu yang ada di celana dalamnya. Bau memek ibu menyengat secara indah di hidungku. Bau tubuh ibu yang khas dengan bau kencing ibu yang sedikit pesing dan wangi lendirnya bercampur menjadi sebuah bau yang begitu menggugah kelelakianku, bau yang tak dapat terlukis dengan kata-kata sederhana, bau yang membuat diriku budak oleh nafsuku kepada ibu kandungku yang melahirkanku.

Kujulurkan lidahku, dan kutaruh di ujung bawah memekny yang terbuka di bagian lubang kencingnya, lalu kutekan perlahan dan kusapukan lidahku di dalam memek ibuku ke arah atas sehingga mencapai klitoris ibu.

Ibu: “Aaaahhhh… geliiii…”

Kusapukan lagi lidahku di memek ibuku kedua kalinya dari bawah ke atas. memeknya masih basah, dan banyak juga cairan memek ibu yang masuk ke dalam mulutku. kureguk cairan yang agak getir dan masam itu dan kunikmati tiap detik aku menjilati kemaluan perempuan yang mengandungku sembilan bulan itu.

Pada jilatan ke lima, kedua tangan ibu mencengkram kepalaku dan menekan selangkangannya ke mulutku. sambil bernafas di klitoris ibu, aku mencolok-colok lubang kencing ibu dan menggerankan kepalaku naik turun. hidungku menggeseki kelentit ibu sementara lidahku merogohi lubang kemaluannya. cairan memek ibu mulai membanjir.

Suatu saat aku sedot salah satu bibir memek ibu yang menyembul itu. Tubuh ibu menegang dan cengkramannya makin erat membuat rambutku sakit terjambak.

Ibu: “Iyaaa… sedot memek ibuuuuu…”

Aku mulai menyedoti memek ibu, kedua bibir memeknya, sedikit bagian dalam memek ibu walaupun sukar, dan juga kelentit ibu yang sudah mengeras dari tadi. tubuh ibu mulai mengeluarkan keringat secara deras. bau tubuh ibu dan bau memeknya tersebar ke penjuru ruangan, sementara aku yang secara frontal berhadapan dengan vaginanya itu, kini hanya dapat mencium bau tubuh ibu saja di hidungku.

Dalam gerakan bagaikan tersiksa, ibu mengejan-ngejan sementara kedua kakinya menjepit kepalaku dan kedua tangannya mencengkeram rambutku sangat keras membuatku kesakitan, lalu ibu mengalami orgasme yang hebat.

Ibu: “Hadiiiiiiii… Ibu ga tahaaaaan laaagiiiiiiiihhhhh… heeeekkkkkkk…”

Akhirnya tubuh ibu lemas dan kulihat ia memejamkan mata lagi. kedua kaki mengangkang lemas dan kedua tangan terbuka di samping. toket ibu yang ranum itu naik turun cepat bagaikan baru lari sepuluh kilometer.




Posting Komentar

0 Komentar
Posting Komentar (0)
To Top